PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) bersama para petani kopi Kamojang menggelar kegiatan panen bersama sekaligus melepas ekspor perdana Kopi Geothermal Kamojang yang berlangsung di Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.

Wilayah ini terletak di sekitar area kerja panas bumi Kamojang. Biji kopi yang dipanen berasal dari dua varietas arabika unggulan, yakni Andungsari dan USDA. Keberhasilan panen ini tak lepas dari pemanfaatan teknologi Geothermal Dry House, yang telah dikembangkan oleh PGE bersama petani sejak 2018. Teknologi ini lahir dari proses observasi, penelitian, dan uji coba yang bertujuan menjawab tantangan geografis khas daerah Kamojang.

Teknologi ini memanfaatkan uap panas sisa dari steam trap panas bumi sebagai sumber panas alternatif untuk proses pengeringan biji kopi. Dengan metode ini, proses pengeringan berlangsung lebih cepat, efisien, dan ramah lingkungan. Inovasi ini telah memperoleh paten dan menjadi yang pertama di dunia yang mengaplikasikan langsung energi panas bumi untuk pengolahan kopi.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, memberikan apresiasi atas keberhasilan ekspor perdana tersebut. Ia menekankan pentingnya inovasi bagi kemajuan perusahaan. “Saya melihat semangat berinovasi di PGE sudah tumbuh sejak lama,” tuturnya.

Eniya juga menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyusun regulasi yang mendukung pemanfaatan langsung energi panas bumi (direct use), agar masyarakat makin terlibat dan mendapatkan manfaat dari potensi panas bumi di sekitarnya. Ia meyakini bahwa daerah-daerah akan memperoleh keuntungan lebih besar seiring berkembangnya pemanfaatan ini.

Dengan adanya Geothermal Dry House, proses pengeringan kopi bisa berlangsung tiga kali lebih cepat dari metode biasa. Hal ini tidak hanya menurunkan biaya produksi, tetapi juga meningkatkan kapasitas output. Dampaknya, biji kopi yang dihasilkan memiliki aroma lebih kuat dan rasa yang lebih kaya. Pendekatan ini menjadikan kopi Kamojang sebagai produk berwawasan lingkungan dengan daya saing tinggi di pasar internasional.

Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, menyampaikan bahwa kegiatan panen ini menjadi bukti bahwa pemanfaatan energi panas bumi tidak sebatas pada pembangkit listrik, tetapi juga mampu menggerakkan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Semangat yang ditunjukkan para petani Kamojang menjadi motivasi bagi kami untuk terus menciptakan inovasi berkelanjutan yang berdampak luas bagi masyarakat,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa pengembangan energi panas bumi seharusnya memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar. Karena itu, PGE berkomitmen membangun ekosistem yang berkelanjutan melalui ekonomi sirkular berbasis energi panas bumi, agar dampaknya bisa dirasakan oleh semua pihak secara merata dan terus-menerus.

Hingga saat ini, PGE telah bermitra dengan 18 kelompok tani yang melibatkan 312 petani kopi lokal, mencakup lahan seluas 80 hektar di sekitar area kerja Kamojang. Lewat program Geothermal Coffee Process (GCP), sepanjang tahun 2024, tercatat penjualan sebesar 4,9 ton biji kopi hijau (green beans), 640 kilogram kopi sangrai (roasted beans), dan 17.500 kemasan kopi bubuk, dengan omzet mencapai Rp 863,9 juta.

Momentum panen kali ini juga menjadi tonggak ekspor perdana kopi geothermal Kamojang ke kawasan Asia dan Eropa, dengan total volume ekspor mencapai 15 ton. Keberhasilan ini menjadi bentuk pengakuan dunia terhadap mutu kopi Kamojang serta implementasi konkret dari konsep ekonomi sirkular berbasis energi bersih.